Doktor UI Temukan Metode Deteksi
Dini Kanker Paru Melalui Embusan Napas
cdn2.tstatic.ne
Doktor Biomedik dari Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (FKUI)
Dr.dr.Achmad Hudoyo, Sp.P(K), menciptakan sebuah inovasi deteksi dini
kanker paru dengan menggunakan balon karet.
Ia mendapatkan inspirasi dari penelitian tentang kemampuan anjing dalam
melacak keberadaan kanker paru di dalam tubuh seseorang.
“Anjing pelacak yang sudah terlatih, dapat membedakan napas
pasien yang menderita kanker paru dan yang tidak dengan tingkat
keakuratan mencapai 93%. Ini mengindikasikan bahwa ada suatu zat
tertentu yang hanya terdapat di napas para penderita kanker paru.
Inilah yang kemudian menginspirasi saya memulai penelitian
ini,” ujarnya dalam presentasi disertasinya yang berlangsung
pada Rabu (10/1/2018) di Auditorium Gedung IMERI FKUI Salemba.
Ia mengembangkan sebuah deteksi dini kanker dengan cara
“memerangkap” napas-hembusan pasien terduga kanker
paru ke dalam sebuah balon karet yang kemudian didinginkan dalam lemari
es atau direndam dalam air es agar napas-hembusan di dalam balon karet
mengalami proses pendinginan.
Tahap berikutnya, napas hembusan tersebut disemprotkan ke kertas saring
khusus untuk menyimpan DNA. Media kertas saring inilah yang akan
dikirim ke laboratorium biomolekular untuk pemeriksaan lebih lanjut
terkait vonis kanker paru.
Metode ini juga memiliki keunggulan karena menggunakan alat yang
sederhana dan murah, yaitu berupa balon karet yang sering dimainkan
anak-anak yang dapat dengan mudah ditemukan di Indonesia. Tingkat
keakuratan metode ini juga mencapai diatas 70%.
Baca juga :
Sakit
Punggung Jadi Peringatan Dini Kanker Paru-Paru?
Kanker paru merupakan salah satu penyakit penyebab kematian utama di
Indonesia dan dunia.
Menurut laporan Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), pada tahun 2015, dari
668 kasus keganasan rongga torak yang tercatat, sebesar 75% merupakan
kasus kanker paru.
Selain itu, angka kelangsungan hidup kanker paru juga rendah. Tercatat,
hanya 15% penderita pasien kanker paru yang bisa bertahan hidup sampai
5 tahun.
Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan angka tahan hidup kanker kolon
(61%), kanker payudara (86%), dan kanker prostat (96%).
Salah satu penyebab rendahnya angka kelangsungan hidup ini adalah
keterlambatan diagnosis. Tercatat, hampir 70% pasien kanker paru
ditemukan di tahap stadium lanjut, sehingga pilihan pengobatan menjadi
terbatas dan tidak maksimal.
Menurut Guru Besar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
FKUI, Prof. Dr. Anwar Jusuf, Sp.p (K), deteksi dini kanker paru menjadi
sulit karena paru-paru tidak mempunyai syaraf sehingga penderita
terkadang tidak merasakan sakit sama sekali sampai akhirnya kondisi
penderita sudah parah.
Menurutnya, selama ini dokter paru menggunakan dua metode untuk
mendeteksi dini kanker paru, yaitu melalui pemeriksaan dahak, dan foto
rontgen, tetapi semua metode tersebut memerlukan biaya yang tidak murah
dan tidak mudah dilakukan.
Achmad berharap, metode yang ia temukan ini dapat meningkatkan harapan
hidup para penderita kanker paru dengan cara mendeteksi dini kanker
paru sedini mungkin.
Selain itu, ia juga ingin membantu para penderita pasien paru di
daerah-daerah yang belum terjangkau pelayanan kesehatan.
Pasalnya, dengan metode ini deteksi dini kanker paru dapat dilakukan
melalui pengiriman pos, karena tenaga kesehatan cukup mengirim sampel
melalui kertas saring yang dimasukkan ke dalam amplop untuk kemudian
dikirim ke laboratorium untuk penelitian lebih lanjut.
Penelitian dalam bidang kesehatan ini merupakan sebuah sumbangsih UI
bagi masyarakat dan dunia kesehatan di Indonesia. Penelitian ini juga
membuktikan bahwa UI sebagai sebuah perguruan tinggi yang mengedepankan
riset, terus mendorong sivitas akademikanya untuk terus mengembangkan
inovasi-inovasi yang berguna bagi bangsa dan negara.
Sumber
Berita : http://www.tribunnews.com/tribunners/2018/...
Sumber Gambar : http://cdn2.tstatic.net/tribunnews/foto...
tribunnews.com,
11
Januari 2018
|