Pengalaman
pribadi terhadap 215 kasus bedah toraks
|
|
Achmad
Djohar, M.D. (Solok, West Sumatra, Indonesia, 1911 – Malang, East
Java, Indonesia, 1983), Chest Surgeon at the Military Hospital
“Soepraoen”, Malang, East Java, Indonesia. (Dokter Achmad Djohar,
lahir di Solok, Sumatera Barat, tahun 1911 – Wafat di Malang,
Jawa Timur, tahun 1983, adalah Ahli Bedah Toraks di Rumah Sakit
Tentara “Soepraoen”di Malang). |
|
|
|
Translation into Indonesian (TERJEMAHAN)
:
Dimana
saja penyakit TBC (Tubercolusis) masih merupakan masalah utama
bagi kesehatan dan pengobatannya tidak diterapkan secara memadai,
seperti halnya di daerah-daerah di Indonesia, maka selama itu
pembedahan tetap merupakan tindakan terakhir yang patut dilakukan
bagi sejumlah besar pasien.
Didalam
situasi demikian itu, tahun 1958 kami mulai melakukan pembedahan
paru-paru dengan cara pembiusan total, namun karena tak adanya
tenaga dokter anastesi yang berkualitas dan tak memadainya peralatan
teknis, maka hasilnya menyedihkan. Dari 64 pasien yang dioperasi,
10 diantaranya meninggal.
Pada tahun 1962, Andor Szecseny, ahli bedah “toraks” (dada)
ke 2 dari Klinik Bedah Universitas Budapest, mengunjungi Indonesia
sebagai pimpinan tim medis dan mendemonstrasikan bagaimana membedah
“toraks” (dada) secara aman dengan cara bius lokal.
Semenjak itu kami telah melakukan 215 kali “bedah toraks” (thoracotomies),
terhadap 187 pasien dengan cara bius lokal (anestesi lokal),
menggunakan tehnik Szecseny. Hasilnya cukup menjanjikan, karena
hanya 2 pasien yang meninggal saat dioperasi dan 7 pasien meninggal
dalam waktu 48 jam setelah operasi.
|
Ringkasan
Dasar
patofisiologi dan teknik bedah “toraks” (dada) dengan cara
bius lokal (anestesi lokal) untuk pembedahan paru-paru TBC dan penyakit
paru-paru intra dan eksra lainnya, telah dijelaskan dalam artikel diatas.
Hasil seketika maupun hasil jangka panjang terhadap 187 pasien dengan
215 kali operasi, hasilnya baik.
Mengingat
atas hasilnya, metode bedah toraks dengan cara bius lokal tersebut lebih
disukai daripada bius total yang tidak benar pengelolaannya. Bagaimanapun
juga, tidak diragukan lagi bahwa dengan adanya (tersedianya) dokter
ahli anestesi yang berkualitas, maka bedah toraks dengan cara bius total
lebih dipilih daripada pembiusan lokal.
Namun,
bilamana di suatu tempat tidak ada dokter ahli anestesi umum dan tindakan
pembedahan penyakit paru-paru diperlukan, maka bedah toraks dengan cara
bius lokal dapat diterima dan sebagai pengganti yang bisa diandalkan
Saya
ucapkan terima kasih kepada Professor Sjahrial, Datuk R.M.n.H., sebelumnya
pernah menjadi Ahli Bedah di Rumah Sakit Tentara “Soepraoen”
di Malang – Jawa Timur, atas persahabatannya yang akrab dan sumbangannya
terhadap pengembangan bedah toraks di Indonesia.
-
Achmad
Djohar, M.D. (left) and Professor Sjahrial (formerly surgeon to the
Military Hospital “Soepraoen” in Malang, East Java, Indonesia). (Dokter
Acmad Djohar dan Professor Sjahrial yang dulunya pernah menjadi Ahli
Bedah di Rumah Sakit “Soepraoen” di Malang) |