Masalah yang Dihadapi dalam Penanggulangan TB

Sumber daya memegang peranan amat penting dalam program kesehatan, baik sumber daya manusia, peralatan, dana, maupun teknologi. Untuk TB, sumber daya manusia yang tersedia cukup beragam, baik kemampuan maupun pemahamannya. Tentu dibutuhkan program pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan mutu pelayanan program. Pertemuan antar berbagai komponen juga amat penting dilakukan, guna menyamakan persepsi. Untuk sumber daya peralatan, pada dasarnya telah tersedia Puskesmas pada setiap kecamatan, ditambah lagi dengan labih dari 1000 rumah sakit serta berbagai fasilitas kesehatan lainnya. Masalahnya justru keberagaman berbagai fasilitas kesehatan yang perlu dikelola dengan baik agar TB dapat sukses. Dalam hal sumber daya finansial, selain dari anggaran belanja pemerintah, juga dapat diupayakan bantuan dari berbagai badan di luar negeri. Sementara itu, dari sudut teknologi, sebenarnya manajemen penanggulangan TB secara umum telah terumuskan dengan baik, kendati memang disana sini masih diperlukan pengkajian, misalnya tentang peran keluarga sebagai PMO (Pengawas Makan Obat), dan atau pelaksanaan riset operasional untuk melihat implementasi di lapangan.

Selain sumber daya, adanya komitmen jelas pegang peranan amat penting dalam program penanggulangan TB. Kita amat beruntung bahwa GERDUNAS_TB telah mendapat dukungan dari Bapak Presiden KH. Abdurrahman Wahid yang menyempatkan diri menerima Komite Nasional dan memberi pengarahannya. Ibu Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri juga memberikan dukungannya. Komitmen penetu kebijakan di tingkat puncak ini tentu merupakan senjata amat penting dan ampuh. Selain itu, berbagai Departemen, organisasi profesi kesehatan, dan LSM perlu terus dibina agar dapat memberi komitmen nyatanya, baik dalam GERDUNAS - TB maupun pada kegiatannya sehari-hari.

Berdasarkan dua titik tolak utama, daya dan komitmen, dan melihat pengalaman di lapangan, maka tentunya masih ada berbagai masalah yang dihadapi dalam program penanggulangan TB.

Masalah-masalah ini meliputi :

Dalam hal diagnosis, mutu pemeriksaan dahak belum sepenuhnya terjamin secara merata, dan interpretasi pemeriksaan radiologi tidak selalu dilakukan.

Pengobatan mungkin terputus ditengah jalan oleh berbagai sebab, seperti: pengobatan relatif lama dan harga obat yang mahal.

Masih beragamnya pencatatan dan pelaporan sehingga data yang ada tidak dapat dibandingkan dengan yang lain.

Masih dijumpai masalah dalam mutu pelatihan petugas, kurangnya informasi yang benar pada masyarakat, keterbatasan pendanaan serta masalah distribusi logistik.

Masih kurangnya komitmen dari berbagai pihak.

Masih terdapat perbedaan pemahaman disana-sini dari berbagai sektor utama yang terlibat dalam penanggulangan TB.

Berbagai masalah ini timbul dari pengalaman penerapan DOTS selama ini, yang memang masih terbatas. Sampai 1999 strategi DOTS baru diimplementasikan pada 51% dari Puskesmas yang ada. Rumah Sakit, Klinik, dan praktek dokter swasta belum menggunakan strategi DOTS. Di pihak lain, walaupun ada komitmen dari Lembaga Swadaya Masayarakat dan beberapa organisasi profesi, belum seluruh dokter dan masyarakat umum mempunyai pemahaman yang seragam dan melaksanakan strategi SOTS secara utuh. Pemahaman tentang DOTS juga masih perlu dikembangkan pada berbagai sektor terkait, seperti Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Dalam Negeri, Departemen Agama dan paling penting pada masyarakat luas.

Masalah-masalah diatas mau tidak mau - harus diatasi dengan membina kemitraan antar sektor, agar semua dapat berjalan bersama untuk melaksanakan strategi DOTS dalam menanggulangi TB di Indonesia.

(Dikutip dari : Partnership a key fagtor in the success of TB Control programme, Jakarta: GERDUNAS TB, 2000)