Telah dikenal luas bahwa Tuberkulosis adalah penyebab
kematian terbesar akibat satu penyakit infeksi di dunia. TB yang telah menginfeksi
sepertiga penduduk dunia ini sebenarnya 100% dapat disembuhkan dan dapat dicegah, sampai
kini ternyata belum dapat terbasmi di mana-mana, termasuk di negara-negara yang paling
maju di dunia.
Dr. Reichman menyatakan bahwa kegagalan pembasmi penyakit ini merupakan kesalahan kita
sendiri. Walaupun kita telah tahu potogenesis penyakit ini, tahu cara transmisinya, tahu
pula cara diagnosis dan terapinya, tetapi kenyataannya di tahun 1996 ini penderita yang
meninggal akibat Tuberkulosis jauh lebih banyak daripada saat ketika Robert Koch menemukan
hasil TB lebih dari satu abad yang lalu.
Salah satu beda Tuberkulosis dengan penyakit lain adalah kenyataan bahwa setiap kasus TB
harus ditemukan dan diobati agar tidak menularkan penyakitnya. Pada penyakit lain, kasus
yang tidak diobati akan meninggal. Sementara pada Tuberkulosis, maka kasus yang tidak
diobati dengan baik akan menjadi resisten dan menularkannya pada orang lain.
Biasanya kita kaum dokter cenderung untuk menyalahkan para pasien yang tidak mau makan
obat dengan teratur. Sebenarnya, ke tidak teraturan ini ada pada berbagai lini.
Tuberkulosis tidak akan dapat terbasmi bila ke tidak teraturan ini ("lack of
compliance") tidak segera diidentifikasi dan diperbaiki.
(Warta TB 1/I/97 - Tubercle and Lung Diseases 1996:77 Supl. 2:1) |